jalan calang-banda aceh

Setelah selama 10 hari berwara-wiri di Calang, akhirnya kembali menuju ke Banda Aceh. Masih tetap transit karena tujuan utama adalah Kota Takengon. Perjalanan kembali ke Banda Aceh dimulai agak sore hari. Tak apalah, namanya juga menumpang.
Melewati jalan-jalan yang masih dalam tahap rekonstruksi yang tak tahu sejauh apa bila dihitung dengan satuan kilometer. Pastinya sejak keluar dari Kota Calang hingga Lamno, jalanan masih dalam tahap pembangunan. Pembangunan yang sudah mulai sejak empat tahun lalu, namun belum juga selesai. Padahal tahun ini sudah sepantasnya selesai menurut janji donatur dengan pemerintah Aceh.


Sebelum tsunami, sebelum jalan rusak. Waktu tempuh Banda Aceh-Calang hanya 2,5 jam dengan jarak sejauh 150 km. Namun saat ini perjalanan sudah memakan waktu 4-5 jam. Malah bisa hingga 6 jam bila santai. Tapi lumayanlah, bila dibandingkan dengan tahun 2005-2007. Jalanan banyak yang harus dielak ke jalur lain akibat jalanan asli putus dan tak bisa dilewati moda transportasi darat. Ya, jalannya sudah menjadi laut, itu istilah mereka yang ada di kampung sekitar jalan. Tentu waktu tempuh saat itu bisa hingga 7-8 jam atau lebih.

Lapisan jalan atau perkerasan jalan sebagian besar masih belum teraspal antara Calang dengan Lamno. Jalanan masih diselimuti lapisan tanah yang nantinya akan dilapisi batu dan pasir yang menjadi alas untuk aspal. Sedangkan dari Lamno hingga Banda Aceh, sebagian besar pias jalan sudah mulus diselimuti aspal, hanya beberapa bagian kecil saja yang masih dalam tahap rekonstruksi.
Secara umum jalan antara Banda Aceh-Calang merupakan jalan yang baru. Artinya tak dibangun di atas jalan lama sebelum tsunami. Hanya ada beberapa bagian yang masih memakai badan jalan lama. Jalan baru ini diproyeksikan akan menjadi jalan yang bagus dan lebar dan akan meminimalkan waktu tempuh perjalanan Banda Aceh-Calang. Jadi tak heran bila ada beberapa bukit yang harus dibelah atau dihancurkan untuk mendapatkan ruas jalan yang diinginkan. Ada juga beberapa tebing yang harus dikikis agar lebar jalan memenuhi perencanaan jalan.

Itulah risiko yang harus ditempuh saat ini, di saat masyarakat butuh rekonstruksi jalan, jembatan, dan struktur masyarakat itu sendiri, lingkungan hidup harus menjadi korban. Namun tak usah terlalu diributkan. Ini akibat bencana alam. Ke depan secara sederhana saja, jalan terbangun dan bagus, dan kita menjaga lingkungan di sekitarnya agar tetap dan selalu asri. Tak harus pemerintah yang terus turun tangan, tapi kita juga bisa, dengan cara sederhana, misalnya menanam pohon di sepanjang jalan dengan usaha semampu kita.

0 Response to "jalan calang-banda aceh"