Sebuah Catatan Tentang Musrenbang

diterbitkan di Aceh Independen pada tanggal 16 April 2009

Ide penulisan ini terbetik karena bulan ini, propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, akan menggelar musrenbang propinsi. Musrenbang, sebenarnya merupakan sebuah hajatan tahunan yang seharusnya “besar” dan diketahui khalayak ramai. Namun sayang, hajatan besar tahunan yang membahas program pembangunan tahun yang akan datang, tidak “sebesar” harusnya, malah hanya menjadi formalitas Bappeda sebagai instansi resmi pelaksana. Konon lagi di tahun ini, musrenbang tenggelam di tengah hiruk pikuknya “pesta” pemilihan umum tahun 2009.

Musrenbang, dahulu disebut rakorbang, mempunyai dasar pelaksanaan yaitu Undang-undang nomor 25 tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang disahkan pada saat presiden republik nusantara ini diperintah oleh presiden perempuan pertama, Megawati. Merupakan forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. Sebuah proses pembangunan di setiap daerah yang materi usulan diajukan oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan prioritas. Dapat dikatakan usulan yang terdapat di Musrenbang adalah ujung tombak pembangunan di setiap daerah. Ibarat tim di sepak bola, yang menjadi ujung tombak atau striker saat musrenbang adalah masyarakat sendiri yang diwakili pihak kecamatan yang tentu saja pihak desa telah menyetujui hal dan program apa yang akan diusulkan sesuai dengan kebutuhan desa. Namun untuk meng-goal-kan musrenbang ini mempunyai sebuah proses pendekatan yang tertera di dalam penjelasan UU NO 25 Tahun 2004, yaitu, politik; teknokratik; partisipatif; atas-bawah; dan bawah-atas

Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Presiden/Kepala Daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah. Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa.

Hambatan atau tantangan yang saat ini terasa dalam melaksanakan musrenbang adalah tentu saja usulan dari masyarakat tentu tidak semuanya dapat tertampung di dalam anggaran. Baik anggaran dari kabupaten/kota (APBK), anggaran propinsi (APBA), dan anggaran dari pusat (ABPN). Permasalahan ini timbul akibat beberapa faktor. Pertama, masyarakat desa sendiri, dalam hal ini aparatus desa (sebagian besar) belum mempunyai rencana strategis atau sistem perencanaan yang baik untuk memilih dan memilah program apa yang seharusnya menjadi prioritas pertahunnya. Tentu saja mereka terkendala dengan manajemen aparatus desa dan informasi mengenai perencanaan pemerintah. Kedua, masyarakat awam sangat kurang sekali mendapatkan informasi mengenai perencanan strategis pemerintah, baik perencanaan lima tahunan ataupun perencanaan tahunan yang dilakoni oleh Bappeda ataupun Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota (SKPK), padahal rencana strategis tahunan ini merupakan penjabaran dari visi dan misi Kepala Daerah yang telah dipilih oleh masyarakat itu sendiri. Ketiga, masih kurangnya peran partisipatif masyarakat dalam menentukan usulan apa yang seharusnya menjadi prioritas, dan hal ini memang berkaitang sangat dengan belum adanya perencanaan yang baik dan sistematis di desa atau gampong. Akibatnya banyak permintaan yang terkesan mubazir dan terlalu berat untuk direalisasikan oleh pemerintah dengan anggaran yang memang sangat terbatas. Tantangan keempat adalah saat pembahasan anggran di rumah dewan. Konon banyak program yang telah disesuaikan antara usulan musrenbang dengan rencana kerja setiap SKPK itu mentah ditolak oleh pihak legislatif. Dan sering sekali kegiatan yang disahkan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan gampong yang ada. Misalkan sebuah desa yang sangat didukung lingkungan, geografis, dan iklimnya untuk dibantu di bidang pertanian atau perkebunan, malah diberi bantuan heawan ternak yang seharusnya dapat diberikan kepada gampong yang sangat sesuai dengan budaya beternak.

Bagi saya sendiri, sebagai masyarakat awam, tidak ada solusi cerdas untuk dapat mereduksi hambatan di kala proses pembangunan ini berjalan. Namun ada harapan ke depan. Bappeda sebagai perencana mampu terus berkoordinasi dengan setiap SKPK dengan rencana kerja tahunannya untuk membangun program dengan sikap teknokratik, atau berdasarkan kerangka atau metode dan kerangka berfikir yang ilmiah. Teruslah mensurvey apa sebenarnya kebutuhan masyarakat sehingga diketahui mana prioritas. Dan hal yang sangat penting dengan survey langsung, dapat diketahui “angka” real setiap perencanaan dan ini sangat membantu. Bagi aparatus desa, seperti amanah dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, sudah saatnya membuat sebuah perencanaan jangaka menengah dan tahunan sehingga dapat membantu proses pembangunan di masa yang akan datang. Dan di saat musrenbang datang kita tahu apa yang harus kita usulkan. Hal terpenting adalah keterbukaan dan koordinasi antara pemerintah dan masyarakat, sehingga adanya komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin. Sehingga masyarakat juga tahu kemampuan pemerintah mereka, sehingga permintaan di musrenbang bukan usulan Cet Langet.

Menurut berita di harian yang beredar di Aceh, tanggal 16 April ini akan dilaksanakan musrenbang propinsi. Dimana setiap kabupaten membawa program yang akan diusulkan menjadi kegiatan yang akan dibiayai oleh APBA. Harapan semoga musrenbang kali ini menjadi tepat sasaran dan berkeadilan. Hingga saat nanti dibahas di anggota dewan dapat diterima sesuai dengan kebutuhan dan prioritas. Apalagi ke depan anggota dewan merupakan muka-muka baru yang telah berjanji di kampanye untuk membawa Aceh lebih baik ke depan. Semoga tidak ada lagi penempatan program yang salah sasaran.
Klik di sini...