Bulan Malam

Takengon, 13 September 2011

Klik di sini...

Bulan Sore

Jumat 9 Septembet 2011.
Taman Sari, Kota Banda Aceh

Klik di sini...

Bulan Sore

Taman sari, Banda Aceh, 9 September 2011

Klik di sini...

bulan sore

Calang, 6 September 2011. Pukul 18.40 Klik di sini...

bulan sore

Calang, 5 September 2011 Klik di sini...

Maghrib di Simpang Balik

Klik di sini...

Lot Tawar

Daya tarik bisa menimbulkan daya pikat di sisi lain. ;)

Klik di sini...

Jalanku Sayang Jalanku Malang

Jalan ini menghubungkan antara Kampung Bale Atu dengan Serule Kayu di Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah.

Jalan ini tak cuma dilewati sepeda motor. Sekelas Dump Truck juga doyan lewat sini. Alhasil...hati-hati dengan ban sepeda motor Anda.

Klik di sini...

Liga Remaja di Pante Raya


repost
Sebuah langkah besar saya kira, menyelenggarakan even bola kaki dengan basis kelompok umur. Apalagi diselenggarakan dengan niat menciptakan bibit pesepak bola handal di tengah maraknya turnamen yang diperuntukkan buat umum. Umum di sini, turnamen sekelas tarkam yang saban tahun pasti ada diselenggarakan di beberapa tempat.

Secara pribadi saya senang dengan panitia penyelenggara, pihak sekolah sepak bola Pante raya, yang mau bersusah payah menyelenggarakan even liga remaja usia 18 tahun. Dan beruntung sekali mereka bisa meyakinkan pucuk pimpinan tertinggi kabupaten Bener Meriah agar bisa mendukung penuh kegiatan ini. Alhasil turnamen ini bertitel, Open Liga Remaja Usia 18 Tahun Bupati Cup I Ir. H. Tagore Abubakar.

Liga Remaja ini diikuti 72 klub atau sekolah sepak bola di seantero Bener Meriah dan Aceh Tengah. Selain klub dari kedua kabupaten ini, juga diikuti oleh satu tim luar kedua kabupaten ini, SMAN 2 Panton Labu, Aceh Utara. Hingga tulisan ini dibuat, liga yang dimulai di akhir Desember 2010 ini masih berlangsung.


Selain berani menyelenggarakan liga remaja ini, ada beberapa hal positif yang dapat kita harapkan dari liga atau kompetisi ini. Pertama, dari liga ini kita berharap semua pihak berlaku jujur. Mengapa jujur sangat diperlukan dalam sepak bola, bagaimana hubungannya. Bila melihat secara nasional, apalagi saat ini demam tim nasional Indonesia sedang membara, tim sepak bola Indonesia sering sekali berjaya di usia remaja di regional Asia Tenggara. Namun lambat laun malah keok saat mereka beranjak senior. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya pemalsuan umur. Sehingga regenerasi yang dilakukan secara instan hanya merugikan sepak bola masa depan. Pemalsuan umur ini juga sering sekali merambat ke daerah tak terkecuali di daerah kita. Penulis juga sering sekali melihat ini sebagai cara instan untuk memenangkan sebuah pertandingan. Padahal secara jangka panjang tentu saja bisa merugikan bibit muda yang lain. Tak hanya di sepak bola memang, di cabang olah raga lain pun ini kerap terjadi. Untuk berhasil di masa yang akan datang, jujur adalah salah satu kunci keberhasilan.

Hal kedua adalah menumbuhkan sikap fair play di lapangan. Sebelum saya jabarkan sedikit tentang fair play, saya ingin sekali bernostalgia dengan sepak bola di daerah kita. Saya memang sudah lama berada di negeri lain demi menuntut ilmu. Hal yang saya ingin lihat setelah saya ulak ku bide tentu saja sepak bola di Takengen atau di daerah lain di aceh tengah dan Bener Meriah. Mengapa, karena ada sebuah “seni” atau “resam” bila menonton bola di sini, yaitu bisa menonton di pinggir garis lapangan dan tentu saja, negatif memang, melihat kekeru di lapangan antar pemain pun penonton. Selain juga intrik-intrik lain yang malah terkadang tak masuk di akal sehat. Ya, itulah sepak bola. Tak hanya di sini, di seluruh tempat di nusantara ini, adu otot menjadi menu tontonan sehari-hari.

Di sinilah saya berharap, liga remaja ini bisa mengajarkan bagaimana bermain bola dengan baik. Kontak fisik kerap terjadi saat main bola. Permainan keras dan semangat juga tak terhindarkan. Konon lagi mereka adalah remaja yang sangat tulus bermain bola. Di sini peran pengurus klub dan panitia, termasuk wasit, mengajarkan bagaimana anak-anak ini mau membiasakan minta maaf bila membuat pelanggaran, baik sengaja dan tidak sengaja. Alangkah indahnya sepak bola kita bila melihat anak-anak ini mengulurkan tangan ke pemain lawan saat mereka jatuh. Apalagi budaya bersalaman di budaya kita juga sebuah kebiasaan yang baik.

Ketiga adalah bebas berkreasi di lapangan. Tak salah memang manajer atau pendukung berteriak dari pinggir lapangan. Namun bila sudah menendang pun diatur, sepertinya sangat disayangkan. Biarlah mereka berkreasi di lapangan. Biarlah mereka yang mengatasi tekanan dengan sendirinya. Tekanan non teknis hanya membuat kreasi mereka menjadi lemah.

Secara pribadi, tak saban hari menonton sih, saya menyesalkan kejadian tanggal 1 Februari 2011 lalu. Dimana kedua tim tak bisa menahan diri. Malah para pendukung pun ikutan menjadi gila. Inilah hasil melihat abang-abangnya bermain dan tak ayal meniru perbuatan itu adalah halal.

Ya, seperti kata pepatah, nila setitik hancur susu sebelanga. Namun saya berharap, tak demikian lah. Maju terus sepak bola Gayo. Semoga bisa berbicara di kancah sepak bola lokal dan regional.








Klik di sini...

Antara Menjaga Air Dan Membuang Air

Sebenarnya saya sudah mempunyai tulisan ini di sini. Hanya saja, saya ingin menulis kembali agar essai ini bisa masuk ke semua orang. :).

Kalau orang menyebut kata Gayo, setidaknya orang akan dilintasi pikiran di benaknya, bahwa itu adalah salah satu suku yang ada di Sumatra, di propinsi Aceh. Walau ada juga kata-kata gayo di Jepang, Kimigayo, lagu kebangsaan negeri matahari terbit ini. Dan ada juga gayo di korea, ini berkaitan dengan industri hiburan :).

Nah, kalau lintasan pikiran itu belum berhenti, pasti akan menuju ke imaji bahwa Gayo itu berada di Aceh Tengah; Bener Meriah; Gayo Lues; dan juga di Aceh Timur. Dan, lagi, akan menuju ke sebuah ranting pikiran, akan terlintas akan sumber daya alam hayati yang kaya. Walau di belahan lain di propinsi Aceh juga tak kalah kaya akan sumber daya alam hayati.


Salah satu kelebihan daerah yang didiami suku Gayo adalah hutan yang masih asri. Masih bisa kita lihat bukit dan gunung yang dihidupi rapi akan kayu atau pepohonan yang besar. Kayu-kayu atau pepohonan ini dengan berbagai jenis dan berbagai ukuran menjelma menjelma menjadi sebuah kawasan yang disebut hutan. Walau tentu saja, di sana-sini hutan semakin hari semakin mulai menipis, tak terkecuali hutan yang berada di wilayah atau kabupaten di atas juga sudah semakin menyusut tutupannya.

Kaya akan hutan membuat daerah itu kaya akan air. Karena air hujan yang turun menuju bumi, diserap oleh pori-pori akar pepohonan pun kayu-kayu ayang ada di dalam hutan. Masuknya air ke dalam tanah akan menjadi air tanah. Air tanah ini lah yang akan menyuplai dan membantu pasokan air yang ada di permukaan seperti alur, sungai, dan danau.

Keberadaan air di daerah seperti di Aceh Tengah dan Bener Meriah sangatlah mudah kita tandai dan kita temui. Pertama, perbukitan dan pegununungan yang sejauh kita memandang masih mempunyai hutan sebagai “pintu” air hujan ke dalam tanah. Tanda lain, adanya kita lihat bentukan lembah-lembah di sekitar perbukitan di sekeliling kita. Secara topografi, lembah merupakan rumahnya air. Biasanya bila ada lembah, paling tidak ada alur kecil (rerak) yang mengaliri air ke sebuah tempat yang lebih rendah. Lembah-lembah ini juga terkadang sering menjadi kebun-kebun masyarakat di daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Biasanya, mereka yang berada di Gayo, menyebut arol.

Tak hanya alur, di daerah ini juga sering kita jumpai sungai. Baik sungai kecil maupun yang besar. Dalam bahasa Gayo, sungai biasa disebut dengan Wih/Weh atau Wihni. Bila kita sering melihat peta topografi skala 1:50000 keluaran Jawatan Topografi atau Bakorstanal. Sungai-sungai di daerah Gayo, seperti: Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues, dinotasikan dengan Wh. Kalau di belahan pesisir sungai dinotasikan dengan Kr, yang singkatan dari Krueng. Bila di daerah agak Melayu, seperti di Tamiang, notasi yang menunjukkan sungai ditulis dengan Bt, singkatan dari Batang. Ya, lain daerah lain bahasanya. Bila sebuah nama disebut dengan nama lokal, artinya benda itu memang ada atau pernah ada di daerah tersebut.

Satu tanda alam lagi yang sering kita jumpai di daerah Gayo akan keberadaan air adalah adanya kulem atau kolam. Menyebut untuk danau atau telaga. Atau bila agak besar, merek a menyebutnya Lut/Lot Kucak (sebutan ini perlu dipelajari lagi).

Kesemua tanda alam di atas menandakan bahwa daerah ini mempunyai penyimpanan air yang lumayan cukup untuk dikonsumsi. Baik untuk minum, pertanian, dan bahkan industri. Keberadaan air ini juga menjadi sebagai indikator bagaimana suburnya tanaman bisa hidup di daerah ini. Tak hanya tanaman memang, hewan dan manusia pun sangat bersyukur bila berdiam di daerah ini.

Namun ada suatu hal yang terkadang membuat saya tergelitik melihat keadaan air di daerah ini. Saya sempat mengatakan kepada seorang teman. Orang Gayo sangat mantap menjalankan konservasi air hingga sampah dari tubuh manusia sangat sering terlihat di jamban umum yang sering berada di masjid atau menasah. Padahal air mengalir dengan sukarela, tak ada paksaan untuk menghambatnya. Bersebarangan dengan hal di atas. Orang Gayo juga suka membuang air dengan relanya, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Ini terlihat di masjid atau menasah yang menggunakan sistem keran. Keran sering sekali saya lihat terbuka dan air sangat lancarnya mengucur jatuh ke bumi.

Hehe, saya sangat yakin fenomena yang kedua ini terjadi karena orang Gayo sangat mengenal tetajuren. Sebuah media atau mungkin bisa dikatakan sebuah sistem pengairan sederhana, yang digunakan masyarakat untuk berbasuh dan mandi. Biasanya memang tetajuren ini berada di area terbuka seperti di kebun atau sawah. Pun bila dekat dengan atau berada di sekitar permukiman, tetajuren ini biasanya dekat dengan air yang mengalir. Intinya, tetajuren ini tak mubazir karena memang aliran air ini alami, hanya saja perlu modifikasi agar air ini bisa terjun ke bawah agar bisa dimanfaatkan.

Namun untuk fenomena pertama, saya tak tahu apa latar belakang sehingga masyarakat sadar akan “konservasi” air. Sehingga bila kita igin ke kamar mandi dengan niat buang hajat, tanpa ada “kekuatan”, bisa saja, rasa sesak ingin buang hajat hilang begitu saja. :).

Sebagai orang Gayo, saya menulis disclaimer: ini hasil pengamatan saya di beberapa tempat di dua kabupaten, Aceh Tengah dan Bener Meriah. Khususnya di daerah perkampungan yang berada di pinggiran kota. Selain itu saya berani menulis ini karena saya juga membandingkannya dengan daerah lain di Aceh, khususnya daerah pesisir. Kalau di sana, saya kalau sedang dalam perjalanan dan tiba-tiba ingin ke kamar mandi pasti pilih masjid atau menasah. Minimal pasti ada air dan wc-nya lumayan. Tapi berbeda halnya dengan di sini. Sebagian besar masjid atau menasah yang saya datangi keadaanya membuat harus ekstra hati-hati menjalankan niat. :).

Percaya atau tidak, itulah realita yang sudah seperti menjadi tradisi. Tak ada orang yang menyangkal kalau kedua perlakuan di atas tidaklah elok. Konon, saat ini sudah banyak yang sadar bila air sudah sering sumbat. Air saat ini sering macet. Air saat ini sering terganggu distribusinya. Air saat ini tak sejernih dulu. Dan tentu saja, ada yang sadar, kuantitas dan kualitas air sekarang sudah jauh menurun dibandingkan puluhan tahun lalu.

Walau saat ini kita (masih) melimpah akan air. Tak salahnya lah menjaga air agar tetap bisa menjadi media penyambung sendi kehidupan kita seperti sekarang ini. Karena bila tak dijaga dengan baik, tentu jumlah dan mutu air di wilayah kita akan menjadi menurun. Menurunnya jumlah air efeknya sangat luas. Semua sendi kehidupan tak akan bisa menghindar dari ketersediaan air.

Pun dengan kebersihan. Sehat adalah tujuan dari hidup kita. Sehat lah yang membuat kita produktif. Sehat lah yang bisa membuat kita dapat bekerja dan produktif. Sehat lah yang bisa memajukan negeri. Apalagi kita orang Gayo, saat bertanya tentang kabar saudara kita, pasti kita akan bertanya, “ Kune, sehat keu Kam, woy?”. Tentu sehat ini tak lepas juga dari unsur air sebagai media pembersih.

Air harus dijaga. Bersih itu juga perlu. Apalagi kita sebagai orang Gayo yang Muslim sangat dianjurkan agar kita tidak berlebihan dan berlaku bersih.
Klik di sini...