Reportase Monitoring Bagian I

Survey dan monitoring dimulai lagi. Kali ini kita berlayar, walau naik mobil, menuju ke pantai barat propinsi di ujung negara Indonesia, NAD.

Kita berangkat hari Senin, kebetulan bertanggal 13 Agustus 2007. Setelah Tsunami, bila kita ingin menuju pantai barat dari Banda Aceh tentunya, pasti orang akan bertanya,

liwat manakah kita menuju ke sana? Pasti jawabannya ada dua, liwat jalur Lhoknga atau liwat jalur Geumpang. Kali ini Kita memilih jalur Lhoknga.

Pasti semua orang tahu, jalur Lhoknga masih dalam proses rehab-rekon, karena rusak parah akibat Tsunami 26 Desember 2004 yang lalu.

Monitoring mulai lagi, sepuluh personel plus dua supir dengan cerianya menuju Lamno. Sepanjang jalan, kita melihat proses pembangunan fisik terus berlangsung.

Khususnya jalan, kita sering melihat alat-alat berat melintas sembari bekerja mengeruk, memadatkan, dan mengangkut material yang ada.



Leupung (Desa Keude Leupung) sekarang bebas pungutan, namun jalan masih dipadatin dengan kerikil dan pasir, belum dilapisi material yang banyak terdapat di Buton, aspal. masih ada lima puluh polisi tidur dengan jarak saling dekat, ditambah dua belas polisi tidur sebelum Keude Leupung, namun yang ini jaraknya berjauhan.

Dari Keudee Leupung sampai Lhok Seudu, jalan masih berdebu, kadang-kadang ada yang masih melekat aspalnya. Dan yang terpenting jalan masih terasa datar.

Setelah Lhok Seudu, jalan mulai berelevasi tinggi, istilah kita berkelok-kelok. Laut yang tadinya di sebelah kanan, sekarang sudah mulai berada di bawah. Lumayan, sampai dengan Paro, sekian lama mual menyerang. Jumpa desa Paro, agak lega sedikit, namun hanya sekejap, kita bisa menarik napas sebentar sebelum mulai menaiki satu bukit lagi, Mual....lagi.

Setiba di Cot Darat, jalan telah kembali datar. Jalan masih jalan dahulu, aspal. Sekarang telah sampai di Kecamatan Lhoong, sejauh sampai perbatasan jalanan tetap diselimuti aspal dan kerikil. Di sepanjang jalan kita melihat salah satu BUMN negeri ini melaksanakan proyek pengerjaan jalan lintas Banda-CAlang yang biayanya berasal dari masyarakat yang negaranya mendapat julukan adikuasa.

Lamno, negeri perempuan mata biru, Begitu kiranya, awam menyebut negeri ini. padahal tak semua perempuan negeri ini bermata biru keturunan portugis.Mereka hanya berada di desa Kuala Daya dan Ujung Muloh sahaja, beritanya tersiar bahwa komunitas mereka hilang dihapus Tsunami 26 Desember 2004. Wallahu A'lam!. Negeri ini (Kecamatan Jaya), dibatasi oleh Lautan Hindia dan Pegunungan Bukit Barisan, membuat negeri ini sejuk dan dingin di malam hari akibat hembusan angin lembah.

Monitoring di mulai di desa Kuala.Salah satu desa asal perempuan mata biru. Sebelum Tsunami menuju desa ini melalui jalan Banda Aceh-Calang, melewati jembatan di atas muara sungai yang membelah Kuala dan Ujung Muloh. Setelah tsunami, jembatan roboh akibat terjangan tsunami. Untuk menuju ke sana, ada dua jalan untuk ke sana. Melewati jalan putar Lamno-Calang, namun terasa lama dan jauh. Alternatif kedua, menuju Kuala menumpangi rakit dari Ujung Muloh.Tak sampai tiga menit kita sudah sampai di sana dengan membayar dua ribu rupiah per orang. Catatannya, hanya orang dan sepeda motor yang boleh naik rakit ini.

Kuala berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, akibatnya sewaktu tsunami mengalami kerusakan sangat parah. Kuala juga diapit oleh perbukitan dan sungai Kr. Lambeuso. Proses rehabilitasi dan rekonstrukdi di Kuala berjalan lamban bila dibandingkan dengan desa-desa di Kabupaten lain. Namun lebih cepat bila dibandingkan desa tetangga Ujong Muloh, yang sampai saat ini masih menunggu proses pembangunan perumahan dari salah satu organisasi palang merah yang berasal dari Utara benua Amerika. Kuala dibantu oleh organisasi palang merah dari negara Cina. Palang Merah Cina tidak hanya membangun rumah sahaja, namun juga membangun perumahan sebagai pemukiman. Mereka juga membangun jalan dan drainase. Tak terlihat secara pasti konsolidasi tanah di Kuala walupun terlihat lebih tertata. Secara keseluruhan warga di Kuala merasa puas dengan apa yang telah diberikan Palang Merah Cina.

Setelah Kuala, tim monitoring berangkat ke Lambaroh, sebuah Desa yang letaknya sebelum Kota Lamno. Lambaroh terletak di pinggir jalan hitam Banda Aceh-Lamno. Bila dari Banda Aceh, desa ini lima menit sebelum pusat Lamno. Perumahan di Lambaroh dibantu pembangunannya oleh USAID dengan pelaksana CHF. CHF sendiri merupakan salah satu lembaga atau NGO yang punya pengalaman membangun rekonstruksi rumah di dunia konflik maupun di dunia bencana.

Hasil pembanguan yang dimotori CHF lumayanlah bagusnya. Masyarakat sangat puas. Hanya saja, sewaktu kita tiba di sana, listrik masih belum masuk dan sarana komunikasi juga belum menjamah Lambaroh.


0 Response to "Reportase Monitoring Bagian I"