Hemat BBM dan Bersepeda

sebuah artikel lama yang sudah diposting di harian Aceh Independen tanggal 5 Juni 2008

sebuah sikap untuk berhemat dan refkleksi hari lingkungan hidup 5 Juni

Malam 23 Mei 2008 yang lalu, penentuan keputusan harga bahan bakar yang bahan bakunya berasal dari minyak bumi, atau masyarakat lebih familiar menyebutnya dengan sebutan BBM(bahan bakar minyak), akhirnya diumumkan. Seorang menteri dari kabinet SBY, Purnomo Yusgiantoro, menjadi juru bicara pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. Sebelum keputusan diambil, pemerintah telah mensosialisasikan lewat media secara tak resmi bahwa harga BBM akan naik, menyusul kenaikan harga minyak dunia yang telah melebihi target APBN. Analisa tim ekonomi pemerintah dalam APBN, harga minyak dunia tak akan menyentuh angka 100 per barel dalam mata uang dollar amerika. Namun sayang, angka telah melampaui 130 dollar per barel. Pemerintah mengemukakan alasannya, bila hal ini terjadi maka APBN akan jeblok dan akan terjadi kenaikan subsidi. Salah satu cara tentu saja dengan menaikkan harga jual BBM kepada masyarakat Nusantara. Namun sekali lagi sayang, selama masa persiapan kenaikan harga BBM, pemerintah berdalih tenggang waktu ini untuk memverifikasi proses Bantuan Langsung Tunai (BLT), di media massa kita disuguhi berita demonstrasi menolak kenaikan BBM. Demonstrasi yang sebagian besar digalang rekan mahasiswa banyak memakan korban fisik, termasuk pada saat tanggal 24 Mei 2008 dini hari, salah satu universitas swasta di ibukota terlibat bentrok dengan pihak kepolisian. Menariknya pada masa itu tak hanya mahasiswa yang turun ke jalan menyampaikan aspirasi rakyat Nusantara, namun tokoh seperti Rizal Ramli, mantan menteri, juga turun berunjuk rasa.


Tak hanya itu kita juga disuguhi “lawakan politik”, bagaimana tidak, banyak lawan politik SBY menentang keputusan pemerintah dengan dalil yang berbagai macam yang malah tidak menyejukkan hati kita. Apapun ceritanya, saat ini kita sudah menikmati harga premium naik 33 persen dari harga lalu. Minyak diesel dari 4.300 rupiah naik 28 persen menjadi 5.500. Begitu juga dengan minyak tanah naik 500 rupiah dari harga sebelumnya 2000 rupiah. Malahan sebagian besar kita menikmati kenaikan harga jauh beberapa hari sebelum Menteri ESDM mengumumkan resmi di Televisi.
Tulisan ini hanya sebagai opini untuk berdiskusi dengan publik, apa yang harus atau yang akan kita lakukan sehari-hari dalam menyikapi kenaikan BBM. Walau kita bersitegang dengan opini pemerintah dan urat leher kita mengeras menolak kenaikan BBM, tetap saja kenaikan itu kita rasakan saat ini. Lebih terpuji bila kita sekarang memikirkan bagaimana ketangguhan kita dalam menyikapi kenaikan BBM dalam kehidupan sehari-hari. Argumen ini tidaklah mengecilkan peran teman mahasiswa yang berunjuk rasa selama ini, sampai tulisan opini dituangkan, unjuk rasa dan unjuk hati masih dilaksanakan. Tulisan ini hanya lebih melihat keadaan kita sekarang di koridor negeri Aceh Yang Penuh Keselamatan, Nanggroe Aceh Darussalam.

Halnya kita ketahui di negeri kita Aceh sebelum diumumkannya kenaikan BBM, seperti kerabat propinsi lainnya, mengalami kenaikan permintaan akan BBM, khsusnya Premium di pasaran. Bagaimana tidak, selayaknya dari sisi ekonomi kita pasti akan mencari dan membeli barang yang murah sebelum barang itu naik nilai atau harganya. Akibatnya kita rasakan panjangnya antrian di setiap SPBU saat kita akan membeli atau mengisi kendaraan dengan BBM dan sering pula di setiap SPBU kita melihat palang yang bertuliskan “Maaf Premium Habis”. Inilah fenomena yang terjadi selama ini. Tak terkecuali di Indonesia, kenaikan harga dasar BBM juga melanda negara eropa barat seperti Inggris dan Perancis.

Satu hal yang harus kita cermati dan kita cerdiki saat kenaikan BBM ini tak lain dan tak bukan hanyalah menyikapinya dengan tindakan penghematan. Karena kenaikan harga BBM sebanding dengan besarnya pengeluaran yang harus kita keluarkan sehari-hari. Taruhlah biasanya sebelum BBM naik, bila kita mengisi Premium ke dalam tangki sepeda motor sejumlah tiga liter atau full tank kita bisa memakainya 3-4 hari. Dengan asumsi sehari motor kita berjalan sepanjang 10 kilometer. Nah, sekarang dengan jumlah harga yang sama yang kita bayarkan, kita hanya mendapatkan dua liter lebih sedikit. Ini hanya cukup untuk dua hari. Ini tentu saja memberatkan secara ekonomi. Karena keuangan kita tidak hanya kita konsumsikan untuk bahan bakar saja. Lebih dari itu, kita memerlukan keuangan untuk kebutuhan pokok lainnya.

Ada sebuah alternatif yang menarik yang dapat kita lakukan secara individu maupun massal (baca berkelompok) untuk menghemat BBM, khususnya jenis Premium. Alternatif ini selain bisa mengehemat pengeluaran kita dalam mengkonsumsi Premium, juga dapat mengurangi produksi polusi udara, dan yang lebih penting dapat membuat pengguna menjadi sehat dan bugar. Alternatif ini juga telah menjadi sebuah kegiatan yang rutin dan sering dilakukan di mana saja saat ini. Kegiatan alternatif itu adalah bersepeda.

Bersepeda bukanlah barang baru di planet biru ini. Sejak tahun 1818-an, dimana seorang Jerman Baron Karl von Drais memperkenalkan kendaraan yang menjadi cikal bakal sepeda di Paris, hingga sekarang sepeda adalah media transportasi beroda yang memasyarakat dan murah nilainya. Saat ini model dan fungsinya juga sudah beragam sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Dari segi sejarah dan budaya, negeri ini, Aceh tak lepas dari budaya bersepeda. Lihatlah dulu orang tua kita khususnya yang di Aceh yang menggunakan sepeda(khususnya Gari Tuha) sebagai salah satu moda transportasi yang murah dari segi harga dan perawatannya. Namun seiring dengan waktu sepeda sudah digantikan dengan kendaraan bermesin, yang memang lebih cepat dari segi waktu, namun tetap membutuhkan bahan bakar sebagai pembakar mesin agar dapat begerak. Melihat sejarah dan budaya kita dahulu tak ada salahnya kita mulai kembali melirik kembali kendaraan roda dua yang murah dan sehat ini. Apalagi sekarang semakin banyak penggiat bersepeda di Aceh yang menempatkan sepeda sebagai moda transportasi utama untuk bekerja dan rekreasi. Paling tidak premium tiga liter yang biasa kita konsumsi selama tiga atau empat hari, bisa cukup untuk sepekan bila kita bersepeda ke tempat-tempat tertentu.

Ada harapan lain memang bila kita bersepeda, selain menghemat pengeluaran, kita juga bisa memulai hidup sehat. Selain itu juga untuk jangka panjang, membuat negeri ini hijau dengan mereduksi polusi dari kendaraan bermotor. Hijau adalah dambaan siapapun dan itulah yang harus kita jaga hingga anak cucu kita lahir kelak. Bersepeda adalah salah satu solusinya. Kalau bukan kita siapa lagi yang memulai.
Klik di sini...

in memoriam


"Kepada Civitas Akademika Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Hormat Tekniiiiiiiiiiiiiik, Grak"...itulah seruan Danton-ku sepuluh tahun yang lalu di saat aku dan beratus mahasiswa baru lainnya mengikuti SIKAT '98. "Danton"...kukira adalah kependekan dari Komandan Batalyon, sebutan Mentor atau senior buat Komandan kami. Sikat adalah kata cantik dari kegiatan orientasi mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

Danton kami berperawakan besar dengan kulit yang hitam dan mempunyai suara yang menggelegar. Dan sangat kebetulan sekali, sang Danton berada di kelompok delapan, satu kelompok dengan diriku. Itulah awal aku mengenal sang Danton. Aku juga masih ingat, bahwa sepuluh tahun yang lalu, dia mempunyai nama cantik "EXCEL", sedangkan aku sendiri tertera di dada dengan nama "PH". Namun setelah Sang Danton menjadi Komandan, aktifitasnya telah jarang berada di kelompok delapan. Ya, dia dididik untuk menjadi Komandan yang bisa membuat pasukannya bangga menjadi Aneuk Teknik.


Sang Danton punya nama Heca Manan, efek kepemimpinannya sebagai Danton mengantarkan dia menjadi Komisaris untuk angkatan Sipil 98. Kami menyebutnya Komting, kependekan dari Komisaris Letting. Dan kepemimpinan itu tak juga berlansung lama, hanya terbilang satu tahun, di-impeachment oleh anggota Sipil 98 dan digantikan olehku. Dalih demokrasi merupakan suatu jargon yang hangat di kala itu, apalagi kami tumbuh di perkuliahan pada saat reformasi lagi menggila di bumi nusantara ini, jadi wajar-lah hal sepereti impeachment dan pengunduran diri sesorang bisa terjadi. Bukan suksesi ini yang menjadi inti catatanku kali ini, lebih dari itu, Heca Manan adalah seorang teman dan kawan yang pernah tercatat di sejarah hidupku. Sebuah sejarah memang, pada akhir kuliah, aku dan dia-lah penutup pintu gerbang kelulusan angkatan kami di Sipil 98, dan kami juga naik trailer bersama di saat merayakan hari bahagia mahasiswa di kala penghujung perkuliahan, yaitu pengukuhan gelar sarjana. Juga sangat kebetulan sekali, di Teknik sipil kami berkonsentrasi di bidang yang sama, yaitu sipil basah, kata akademisnya, hidroteknik.

Sebenarnya tak banyak yang bisa menjadi cerita antara aku dan Heca, begitu dia dipanggil, kata "heca" sendiri adalah kebalikan dari terminologi "aceh". (Dan dia tetap menjadi Aceh sejati). Ya, tak banyak memori yang tersimpan antara aku dan Heca, akibat aku sendiri masih belum bisa menerima jargon "teman dekat" atau "sahabat". Namun sedikit langkah hidup yang bisa aku rekam pada dirinya selain menjadi Danton dan Komting, dia juga menjadi anggota mapala di sebuah unit kegiatan mahasiswa pencinta alam LEUSER. Sebuah organisasi pencinta alam mahasiswa yang bernaung langsung di bawah universitas Syiah Kuala. Dia menjadi anggota pada tahun 2001 dan termasuk anggota Pendidikan Dasar (DIKSAR) ke-18. Dia mendapatkan penyematan anggota oleh Abang Ardian Ariatsyah dan mendapatkan no anggota L.277.US. Di LEUSER juga tak banyak hal yang bisa dia berikan, namun dia pernah mengatakan kepadaku, menjadi seorang Mapala bisa membuatku menjadi lebih rajin dan tahu akan kelemahan diri. Selain Arung Jeram di Alas dan bernavigasi di Sarung Keris, Pulau Weh, tak banyak hal yang aku tahu lagi kipah dia di LEUSER. Tapi itu semua lebih dari cukup untuk membuat dia menjadi orang yang berguna.

Setelah sekian lama, akhirnya Heca menemukan juga tiang hidupnya, yaitu seni foto. Aku tak tahu pasti kapan dia memulai. Yang pasti dia pernah katakan di awal jejak dia menjadi seorang juru foto, aku ingin coba hidup di sini. Sejak itu apapun aktifitasnya aku sudah kurang tahu dan ikuti. yang pasti dia sangat terinspirasi dari sebuah filem (aku lupa filem apa), sehingga tekadnya bulat untuk membeli sebuah kamera. Yang aku tahu, terakhir pegangan dia bemerek Canon 40D.Teman yang tahu langlang dia di foto adalah Tojir...mungkin juga Bang Mizi...dan teman di AFN...
Sekarang dia telah tiada, akibat sakit sejak pulang dari Meulaboh, mengerjakan pekerjaannya sebagai juru foto. Tanggal 23 Oktober 2008, pukul delapan pagi dia tiada. Tanpa sempat meng-confirm fesybuk-ku (nama dia Heca Aceh kalau di Fesybuk) dia telah berpulang ke ilahi.
Aku dan semua teman sangat teringat tanggal 25 September 2008 yang lalu, tepat di bulan Ramadhan, kami mengadakan buka puasa bersama, dan dia adalah orang yang sangat bersemangat ingin memotret kami semua, apalagi buat teman-teman yang katanya JOMBLO, "ayo, apalagi! ntah apa malu, ayo yang masih sendiri poto sama-sama" itulah kalimat ujarannya saat ingin memotret teman yang kebetulan masih sendiri atau belum berkelurga. Sayang foto itu belum sempat kami lihat, karena masih berada di arsip beliau di studio foto miliknya. Itulah kenangan terakhir kami di Soto Endang, yang kebetulan dimiliki oleh Abang Ardian Ariatsyah, yang menyematkan keanggotaan Heca Manan di LEUSER.

Terakhir kali aku bertemu adalah saat bersama pergi juga dengan Reno ke kampus untuk sekedar melepas kerinduan pada tanggal 11 Oktober 2008. Saat itu badan Heca sudah mulai lemas, namun di sana aku melihat wajah yang semangat sekali melihat keadaan kampus, seakan flashback beberapa tahun yang lalu muncul kembali. Itulah wajah ceria melihat tempat pendidikan perguruan tinggi kami. Selamat Jalan teman...
Klik di sini...